Di Indonesia pun begitu sunat perempuan tidak boleh sembarangan dilakukan karena ada permenkes yang mengaturnya. Tapi adanya permenkes yang bertujuan melindungi perempuan itu dituding sebagai bentuk legalisasi sunat perempuan.
Adalah sejumlah LSM yang peduli terhadap perempuan di antaranya LBH Apik, Komnas Perempuan dan Amnesty Internasional yang menuntut pencabutan Permenkes No 1636/2010 tentang Sunat Perempuan.
Ratna Bantara Murti, M.Si dari LBH Apik mengatakan Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan perlu dicabut karena rawan pelanggaran hak-hak perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan disunat saat masih kecil ketika belum bisa menentukan pilihan sendiri.
Padahal dilihat dari sudut pandang manapun, Ratna menilai sunat perempuan tidak memberikan manfaat apa-apa. Agama hanya mewajibkan sunat untuk laki-laki, sementara dari aspek medis sunat perempuan justru berisiko memicu infeksi pada organ reproduksi.
Adanya Permenkes Sunat Perempuan sebenarnya bertujuan untuk melindungi perempuan dari sunat ilegal yang membahayakan jiwa dan sistem reproduksinya. Namun menurut Ratna, peraturan itu justru melegalkan sunat perempuan dan dikhawatirkan makin melestarikan praktik-praktik semacam itu.
Terang saja tudingan tersebut dibantah Kementerian Kesehatan yang menegaskan tidak ada keharusan bagi perempuan untuk disunat. Permenkes hanya mengatur SOP (Standar Operating Procedure) supaya sunat perempuan tidak dilakukan sembarangan.
Pada 1 Juli 2011, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan, drg Murti Utami mengatakan Permenkes No 1636/MENKES/PER/2010 tentang Sunat Perempuan dibuat justru untuk melindungi perempuan dari praktik sunat ilegal. Peraturan ini membatasi jenis sunat seperti apa yang boleh dilakukan.
"Kalau tidak diatur, dikhawatirkan sunat perempuan yang sudah menjadi tradisi sebagian masyarakat secara turun temurun itu akan membahayakan kesehatan perempuan," tulis drg Tami dalam rilisnya.
drg Tami menambahkan, adanya Permenkes Sunat Perempuan akan menjamin keselamatan perempuan jika menghendaki untuk disunat. Peraturan ini mengatakan sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh dokter, bidan dan perawat yang memiliki izin dan diutamakan berjenis kelamin perempuan.
Tak hanya mengatur, Permenkes Sunat Perempuan juga mengamanatkan pembinaan dan pengawasan untuk menjamin hak-hak perempuan yang disunat oleh tenaga kesehatan. Tindakan tegas akan diberikan jika ada tenaga kesehatan yang menyunat perempuan tidak sesuai prosedur.
Menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, tidak semua bagian pada alat kelamin perempuan boleh disunat. Salah satu bagian yang mutlak tidak boleh dilukai atau dirusak adalah klitoris, bagian paling sensitif terhadap rangsang seksual.
Klitoris merupakan bagian dari alat kelamin perempuan yang bentuknya seperti kacang dan akan mengeras ketika menerima rangsang seksual. Kerusakan pada bagian ini bisa membuat gairah seks berkurang sehingga sulit mencapai orgasme klitoral saat berhubungan seks.
"Permenkes Sunat Perempuan mengatur larangan menggunakan cara mengkauterisasi klitoris, yakni memotong atau merusak klitoris baik sebagian maupun seluruhnya," tulis drg Tami.
Bagian yang tidak boleh dilukai selain klitoris dalam Permenkes Sunat Perempuan adalah labia mayora (bibir luar), labia minora (bibir dalam), selaput dara maupun vagina secara keseluruhan.
Bagian yang diizinkan dalam sunat perempuan hanyalah berupa sayatan kecil pada kulit yang menutup klitoris tapi bukan klitorisnya.
Aturan ini dibuat untuk melindungi perempuan dari praktik sunat ilegal yang membahayakan jiwa maupun sistem reproduksinya. Tapi sayangnya aturan ini kadang masih banyak yang melanggar yang berujung kelak merugikan perempuan, hal inilah yang membuat komunitas peduli perempuan selalu menolak sunat perempuan.
sumber :http://www.detikhealth.com/read/2011/12/26/110134/1799731/763/juli-dilarang-potong-klitoris-di-sunat-perempuan?l1101755
No comments:
Post a Comment